Darmizal Sesalkan Perjuangannya Jadikan SBY Ketua Umum Partai Demokrat: Kesalahan Fatal Saya

Kubu Partai Demokrat versi KLB menggelar konferensi pers hari ini, Selasa (9/3/2021). Konferensi pers tersebut dilaksanakan untuk membicarakan masalah keabsahan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang telah dilaksanakan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) kemarin. Sebagai wakil dari kubu KLB, Darmizal mengaku menyesal telah memperjuangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi ketua umum untuk periode kedua.

"Kenapa saya harus berjuang mengantar SBY untuk periode kedua sebagai ketua umum." "Sesungguhnya ini adalah satu kesalahan fatal saya dan saya harus pertanggungjawabkan kepada seluruh kawan kawan dan kader." "Dan kelak di hadapan Allah SWT ini yang paling mengerikan, mungkin azabnya akan datang ke saya nanti," kata Darmizal, dikutip dari tayangan Breaking News Kompas TV pada Selasa (9/3/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Darmizal juga menjelaskan bagaimana KLB di Deli Serdang kemarin bisa terjadi. "Pertama adalah pada KLB yang ke 4 di Surabaya, dimana SBY maju lagi sebagai calon ketua umum dan saya adalah salah satu aktor sebagaimana hari ini orang menjadikan saya aktor." "Karena pada kongres Surabaya dipersiapkan, Marzuki Alie juga maju sebagai calon ketua umum yang secara de facto mendapatkan dukungan luar biasa dari kader kader Partai Demokrat di DPD daerah dan cabang," kata Darmizal.

Diketahui Marzuki Alie adalah pemenang kedua kongres 2010 di Bandung, yang memilih Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum. Tak heran Marzuki Alie bisa mendapatkan banyak dukungan dari para kader. Darmizal pun menyebutkan bahwa di depan forum tahun 2013, SBY mengatakan hanya akan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sampai Kongres 2015.

Dalam artian SBY hanya melanjutkan kepemimpinan Anas Urbaningrum yang masih tersisa. "Pikiran kami waktu itu, tahun 2015, jika kemarin Pak SBY menjadi Presiden kemudian menjadi ketua umum belum full waktunya untuk memimpin partai." "Maka 2015 beliau tidak jadi presiden, kami berkeyakinan akan bekerja sepenuhnya untuk memimpin kami agar partai ini naik lebih lagi dari capaian 2009 yang menghantar hampir 148 kader atau kursi di parlemen," ungkapnya.

Ternyata kegembiraan tidak berlangsung lama, ketika pascakongres ada perubahan atas struktur organisasi di luar kongres, yaitu dibentuknya BPOKK. Keputusan tersebut kemudian digugat oleh kader kader dan selanjutnya diperbaiki pada Munas Partai Demokrat di NTB. Hal itulah yang membuat penyesalan Darmizal semakin kuat.

"Lantas mengapa saya menyesal, adalah ketika kemudian saya ketahui bahwa PO 01 dibuat oleh Pak SBY yang menurut saya sangat tidak pas, baik dari sisi hukum." "Maksud saya sisi hukum adalah ketika partai menerbitkan satu PO yang tidak selayak selayaknya untuk diterbitkan yaitu PO yang mewajibkan fraksi tingkat I Provinsi, Fraksi Tingkat II Kabupaten Kota menyetor setiap bulan ke DPP Partai Demokrat." "Menurut pikiran saya secara hukum ini tidak baik namun secara moral etika dalam berpolitik jauh lebih tidak baik lagi. Atau bisa dikatakan ini adalah buruk sekali dalam mengelola kader kader yang berada di bawah," tegasnya.

Ia pun menambahkan bahwa semestinya seorang pemimpin bisa menguatkan kawan kawan yang berada di frontguard agar mereka bekerja full power mendekati rakyat. Lalu pada Kongres 2020, datang lagi kebijakan kebijakan yang berisi pasal pasal terkait otoritas wewenang DPC dan DPP. "Lanjut Kongres 2020, datang lagi kebijakan kebijakan yang ada pasal pasal yang terkait otoritas wewenang DPC dan DPP dimana hasil Muscab."

"Kalau enggak salah di Pasal 85 AD/ART menyebutkan DPC DPC bersidang untuk mencari tiga calon, diusulkan ke DPP untuk ditetapkan sebagai salah satu di antaranya sebagai ketua," terang Darmizal. Kemudian ada juga Pasal 83 terkait DPD tentang hal yang sama, dalam AD/ART tersebut juga menjelaskan terlihat betapa pentingnya posisi Ketua Majelis Tinggi. Menurut Darmizal walaupun Majelis Tinggi tidak dipilih oleh kongres tapi perannya begitu centralistik.

Darmizal mengungkapkan bahwa kader kader di bawah tidak bisa menyalurkan keresahannya, karena posisi Majelis Tinggi, Ketum, dan Waketum semuanya dijabat oleh SBY dan anaknya, yaitu AYH dan Ibas. "Contoh, jika ada KLB maka harus minta persetujuan kepada ketua Majelis Tinggi, harus atas persetujuan Ketua Majelis Tinggi. Keresahan kader kader di bawah mau disalurkan kemana, tidak ada saluran." "Mau melapor melapor kesini, ketua Majelis Tinggi adalah Bapak, mau melapor kesana Wakil Ketua Majelis Tinggi adalah anak yang juga Ketua Umum. Mau melapor ke Waketum adalah adik dari Ketum."

"Mau bicara ke parlemen ketua fraksinya orangnya sama yaitu Waketum, buntu jalan mereka. Ketum dan Waketum serta Fraksi adalah anak dari Ketua Majelis Tinggi," pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *