– Pentingnya riset dan inovasi seyogyanya didukung penuh oleh pemerintah dan bebas dari kepentingan politik. Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Budi Satrio, menyatakan prihatin atas macetnya pengesahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sudah 16 bulan masih terkendala regulasi dan dukungan pemerintah. “Sebelum diskusi lebih jauh tentang Silicon Valley nya Indonesia, apa pendapat mas mengenai liputan Majalah Tempo yang kupas macetnya Pengesahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Kemenkumham.
Terganjal kepentingan politik kata Tempo,” cuit Hendri Satrio di akun Twitter nya hari ini, Selasa (16/2/2021), menganggapi cuitan Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko. Budiman Sudjatmiko sebelumnya mencuitkan, terkendalanya pengesahan BRIN karena Undang Undang Ilmu Pengetahuan merupakan produk politik. Sehingga berdasarkan masukan dari PDI Perjuangan diperlukan adanya dewan pengawas atas BRIN yang akan melibatkan sebanyak mungkin stakeholder masyarakat.
Menurut Hendri, seharusnya perlu dibangun pemikiran bahwa kegiatan riset dan inovasi seyogyanya bebas hambatan, jangan sampai terganjal kepentingan politik. Sebab meskipun BRIN merupakan bentukan pemerintah, tidak ada alasan bagi kepentingan politik untuk menghambat riset dan inovasi. “Lagi pula BRIN kan jadi satu dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), masa Kementerian ada dewan pengawasnya, kan di atas Menteri ada Presiden,” ungkap Hendri Satrio.
Guna mewujudkan budaya riset dan inovasi seperti di Silicon Valley sebutan untuk kawasan industri untuk perusahaan teknologi tinggi di Amerika Serikat, Hendri menyatakan perlu ada dukungan kuat pemerintah untuk mendorong riset dan inovasi di Indonesia. Hendri menegaskan mendukung visi Budiman yang ingin membangun pusat riset semacam Silicon Valley di Indonesia. “Tapi kenyataannya Mas, tolong lebih banyak orang diajak diskusi, terutama yang separtai. Semoga sukses Mas,” ungkap Hendri.
Majalah Tempo edisi 13 Februari mengabarkan struktur organisasi di Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tak kunjung rampung. Hingga saat ini, hanya ada dua kedeputian di lembaga tersebut, yaitu Deputi Penguatan Inovasi serta Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan. Dua posisi itu dipegang oleh pelaksana tugas. Pangkal masalah terletak pada belum terbitnya peraturan presiden tentang pembentukan BRIN. Pembentukan BRIN mengacu pada Undang Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Undang undang yang disahkan pada 13 Agustus 2019 itu menjadi dasar Presiden Joko Widodo merumuskan wajah baru Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Pada formasi Kabinet Indonesia Maju 2019 2024, urusan pendidikan tinggi dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan Kementerian Riset menggawangi BRIN. BRIN akan mengintegrasikan semua kegiatan riset dan pengembangan yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah.
Institusi itu juga akan memegang kendali atas sejumlah lembaga riset, seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, serta Badan Tenaga Nuklir Nasional. Dengan penambahan tugas itu, anggaran Kementerian Riset yang setiap tahun hanya Rp2,7 triliun bakal meroket jadi sekitar Rp 30 triliun per tahun. Jumlah itu merupakan akumulasi dari anggaran riset di semua kementerian dan lembaga. Masalah lain, PDI Perjuangan disebut sebut ingin menempatkan Megawati Soekarnoputri di posisi Dewan Pengarah BRIN.
BRIN juga diminta memiliki Dewan Penasihat. Hal ini tidak mungkin dilakukan, sebab BRIN yang juga merupakan kementerian tak mungkin memiliki Dewan Penasihat. Jika dewan itu diharuskan ada, maka BRIN harus dipisahkan dari Kementerian Riset.
Mulailah berkembang gagasan memisahkan BRIN dari Kementerian Riset dan Teknologi. Hingga kini, nasib BRIN pun tak kunjung terang.