Viral Surat PCR Covid-19 Palsu, Dokter Tirta Laporkan Penjual, Pelaku Terancam 4 Tahun Penjara

Unggahan Dokter Tirta tentang akun yang memperjualbelikan surat keterangan hasil tes Covid 19 menjadi sorotan publik, kemudian viral. Kini kasusnya dilaporkan ke polisi. Dalam unggahan tersebut, dokter Tirta mengungkapkan akun yang memperjualbelikan surat keterangan hasil tes polymerase chain reaction tes PCR Covid 19 palsu.

Ia pun berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi terhadap penerapan kebijakan bepergian masyarakat di tengah pandemi Covid 19. Pemerintah sebelumnya mewajibkan masyarakat memiliki surat hasil tes PCR bagi mereka yang ingin bepergian. Secara terpisah, dokter Tirta mengatakan, sudah melaporkan oknum yang memperjualbelikan surat keterangan hasil Covid 19 palsu itu kepada Satgas Covid 19 dan Polda Metro Jaya.

"Tim siber (Subdit Siber Polda Metro Jaya) yang mengurus," ucap dokter Tirta saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/12/2020). Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid 19 Wiku Adisasmito meminta masyarakat tidak memalsukan hasil tes PCR Covid 19 sebagai salah satu syarat untuk bepergian. "Jangan pernah bermain main dengan hal ini," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (31/12/2020).

Wiku mengatakan, masyarakat harus memahami tindakan pemalsuan surat keterangan hasil PCR sangat berbahaya. Dari segi hukum pidana, kata Wiku, tindakan menyediakan surat keterangan dokter palsu dapat dijatuhkan sanksi seperti yang diatur dalam KUHP Pasal 267 Ayat (1), Pasal 268 Ayat (1) dan (2), yakni pidana penjara selama 4 tahun. Selain ancaman hukuman pidana, pemalsuan surat keterangan hasil tes PCR juga dapat menimbulkan korban jiwa apabila orang yang memanfaatkan surat tersebut ternyata positif Covid 19 dan berpotensi menularkan virus ke orang lain.

"Mohon agar masyarakat menghindari praktik seperti ini dan segera melaporkan pada pihak yang berwenang jika mengetahui adanya praktik pelanggaran serupa," ujar Wiku. Viral seorang penjual surat hasil tes PCR palsu di media sosial. Penjual surat hasil tes PCR palsu itu menjajakannya di akun Instagram nya.

Namun, penjual surat hasil tes PCR palsu tersebut langsung kepergok oleh dokter sekaligus selebgram Dr Tirta. Informasi penjualan surat hasil tes PCR palsu itu diunggah oleh Dr Tirta di akun Instagram nya @dr.tirta pada Rabu (30/12/2020). Dalam unggahannya itu Dr Tirta menangkap layar penjual surat hasil test PCR palsu pada sebuah IG story.

Salah satunya bertuliskan: "Yang mau PCR cuma butuh KTP ga usah swab beneran. 1 jam jadi bisa dipake di seluruh Indonesia nggak cuma Bali. Dan tanggalnya bisa pilih H 1/H 2. 100% Lolos. Testimoni udah 30+," tulis penjual tersebut. Dalam unggahan IG story berikutnya penjual menunjukkan hasil test PCR palsu berupa format PDF.

Lalu unggahan berikutnya adalah testimoni dari seorang pembeli. Selain itu penjual juga menegaskan agar pembeli tidak perlu khawatir karena dokternya adalah temannya. Ia menjualnya seharga Rp 650.000.

Namun, Dokter Tirta juga mengunggah pasal yang dilanggar bagi pemalsu surat dalam unggahannya. Ia pun langsung melaporkan ke beberapa pihak terkait untuk mengusut penjualan surat pcr test palsu itu. "Laknat kau @han***** berani berani jual surat PCR palsu. Banyak orang merana karena kebijakan PCR covid ke Bali, jangan kau manfaatkan bos buat keuntungan pribadi !" tulis Dr Tirta.

"Kau dagang di closed friend juga banyak friends lu ngadu ke gua bos. Orang antre PCR susah susah ente manfaatin. Jelasin nanti di depan polisi sob," tambahnya. Adanya kebijakan kaya PCR sebagai transport, lanjur Dr Tirta, ia sudah ingatkan ke pemerintah akan muncul oknum oknum seperti ini. "Jika ini salah satu oknum, dan banyak oknum lain, wah, kacau bosku. Mohon evaluasi kebijakan itu. Biar oknum ginian gak muncul. Ga peduli kau beking siapa siapa, tindakan kau tidak bisa dibenarkan! Mau alesan belum jualan, iseng, tetep aja salah," kata Dr Tirta.

"Banyak orng susah karena kebijakan itu lho sir! Melaporkan : oknum menjualkan surat pcr tanpa swab di media sosial sebagai syarat penerbangan. Fyi Itu melanggar hukum bro, baca hukumannya! Sebelum gunain covid buat laba pribadimu !" tambah Dr Tirta. Ia pun mengucapkan terimakasi kepada netizen yang melaporkan kasus tersebut. Kemudian Dr Tirta menyebutkan beberapa pihak terkait kasus ini ke akun @satgascovid19.id @ikatandokterindonesia.

"Tolong d cek siapa dokter yang membantu ini orang, seret oknumnya, gas, introgasi. Atau ini oknum cuma mencatut nama klinik? Bisa kena pemcemaran nama baik loh. Kasus ini saya dapatkan dari salah satu netizen yang lapor, saya sudah laporkan ke kepala @bnpb_indonesia , dan pihak berwajib @divisihumaspolri. Mohon @kemenhub151 dan @kemenkes_ri hati2 sama oknum ginian ," tegasnya. Rapid test antigen kini menjadi syarat yang berlaku bagi para pelaku perjalanan lintas daerah di momen libur natal dan tahun baru. Sebelumnya di awal pandemi dan momen lebaran 2020, ada syarat rapid test antibodi untuk pelaku perjalanan.

Lantas apa perbedaan rapid test antigen dengan rapid test antibodi maupun PCR? Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid 19 RS Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dr Tonang Dwi Ardyanto menyebut ketiga tes tersebut memiliki fungsi masing masing. Tonang menyebut, rapid test antigen atau juga disebut rapid test antigen swab ini digunakan untuk mendeteksi protein yang dimiliki virus penyebab Covid 19 di dalam tubuh manusia.

Rapid test antigen ini dilakukan dengan menggunakan metode usap atau swab. Sedangkan rapid test antibodi menggunakan metode sampel darah. "Rapid test antigen bisa menjadi alternatif PCR, misal periksanya susah atau waktu tunggunya lama," ujar Tonang.

Adapun aturan rapid test antigen ini disebut Tonang sudah mulai direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada pertengahan Juni 2020 lalu. "Lebih tegas lagi muncul lagi rekomendasi pada September, kemudian pada 16 Desember ada guideline dari WHO (untuk menggunakan rapid test antigen)," ungkap Tonang. Tonang menyebut rapid test antigen memiliki tujuan yang sama dengan tes PCR.

"Tujuannya untuk mengetahui apakah orang itu sedang terinfeksi virus, ada virusnya, dan berpotensi menular," ungkapnya. Tes PCR, ungkap Tonang, memiliki sensitifitas yang bagus untuk mendeteksi virus. Namun membutuhkan waktu, biaya, mesin, dan keterampilan yang lebih.

"Sedangkan rapid test antigen, dari segi sensitifitas di bawah PCR, menangnya antigen ini pengerjaannya lebih mudah dan hasilnya langsung diketahui," ungkap Tonang. Sementara itu untuk rapid test antibodi, disebut Tonang bukan untuk mendeteksi apakah seseotang sedang terinfeksi virus. "Namun tujuannya rapid test antibodi untuk mendeteksi apakah orang itu pernah terinfeksi," ungkap Tonang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *